Saham merupakan bagian dari Efek

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang dituangkan pada Pasal 1 Ayat (5) memberikan konsep definisi efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Efek merupakan surat berharga yang bisa diperjualbelikan oleh pihak yang berkeinginan atas efek tersebut.
Berdasarkan konsep efek ini, efek bisa disebutkan sebagai sebuah surat berharga yang mempunyai karakteristik tersendiri atas efek tersebut. Pertama, surat berharga dalam bentuk utang. Salah satu bentuk utang adalah surat pengakuan utang yang diterbitkan oleh perorangan, perusahaan, dan pemerintah. Surat pengakuan utang tersebut merupakan pernyataan yang diterbitkan oleh subyek hukum mengenai besaran dari utang dan jatuh tempo dari utang tersebut.

Surat pengakuan utang bisa diaktakan oleh lembaga yang diberikan wewenang oleh pemerintah untuk urusan tersebut, yaitu notaris. Tidak ada perbedaan nyata antara surat utang yang telah diaktakan notaris dan surat utang tanpa diaktakan notaris sepanjang kriteria secara hukum dipenuhi. Surat utang yang diaktakan notaris akan lebih baik karena penerbit surat utang tidak bisa ingkar atau menyatakan bahwa tanda tangan dalam surat utang bukan tanda tangannya, di mana surat utang tanpa notaris bisa ada ingkar janji untuk menyatakan bahwa tanda tangannya palsu.

Bisa diperjualbelikan
Surat utang bisa diperjualbelikan, terutama untuk para pihak dan tidak memiliki pasar tertentu. Surat pengakuan utang yang sering diperdagangkan adalah promissory notes dan commercial paper. Tanda bukti utang juga menjadi bagian dari kelompok ini. Adapun tanda bukti utang adalah pembayaran atas barang yang telah diserahkan belum diterima oleh penghasil atau penyalur barang. Misalkan, PT XYZ membeli barang dari pabrik tertentu dan belum membayar atas barang tersebut. Perusahaan ini lalu memberikan secarik kertas untuk menyatakan perusahaan mempunyai utang kepada perusahaan yang menyerahkan barang tersebut.
Obligasi juga merupakan surat utang yang sudah lebih kompleks. Obligasi diterbitkan oleh perusahaan atau pemerintah dengan mengikuti satu prosedur yang dituangkan dalam peraturan oleh pemerintah atau undang-undang, dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Surat utang mempunyai ciri khusus, yaitu mempunyai kewajiban untuk dibayar pada saat jatuh tempo yang tertera pada surat utang tersebut. Jika pihak penerbit surat utang tidak membayar utang pada saat jatuh tempo, hukum yang berlaku adalah hukum perdata.

Obligasi diperdagangkan di antara pihak yang melakukan transaksi, dikenal dengan pasar kedua atau sering disebut dengan Over-The-Counter (OTC). Pada surat utang ini, pihak bisa menjanjikan adanya pengembalian yang diberikan secara berkala yang disebut dengan bunga atau kupon. Pihak yang memegang surat utang akan menagih sebesar angka yang tertera pada surat utang tersebut, terkecuali hal lain tertera pada surat utang.

Kelompok kedua efek dikenal dengan saham dan unit penyertaan kontrak investasi kolektif. Karakteristik dari kelompok kedua ini bahwa pemegang surat berharga ini dinyatakan memiliki sesuatu pada penerbit dari surat berharga tersebut. Misalkan, investor Adry Gracio memegang surat berharga yang dinyatakan saham atas PT XYZ. Pada surat berharga tersebut dinyatakan bahwa investor Adry Gracio memiliki PT XYZ dan pernyataan ini secara jelas bahwa nama Adry Gracio tertulis pada perusahaan. Investor Adry Gracio mempunyai hak terhadap perusahaan selama namanya masih tertulis pada catatan perusahaan. Investor Adry mempunyai hak untuk menyatakan atau menerima dividen dari perusahaan atas hasil yang didapat dari operasi perusahaan.

Kontrak investasi kolektif
Demikian juga dengan unit penyertaan kontrak investasi kolektif (UP KIK) bahwa pemilik UP KIK mempunyai hak atas apa yang dimiliki oleh KIK tersebut. KIK umumnya dikenal dengan kumpulan investasi atas efek. Oleh karena itu, semua efek dalam KIK merupakan milik dari pemegang UP KIK tersebut. Atas kepemilikan UP KIK, ada hak yang dipegangnya, yaitu akan memperoleh pendistribusian dana apabila ada keputusan pendistribusian dana. Hak-hak ini tidak dimiliki pada kelompok efek pertama seperti yang diuraikan sebelumnya. Pembayaran atas dana yang dimasukkan ke dalam lembaga atas kepemilikan tersebut tidak ada atau tidak ada jatuh tempo dari kepemilikan ini. Jadi, jauh berbeda dengan uraian kelompok efek pertama.

Efek kedua ini mempunyai risiko lebih tinggi daripada efek yang pertama bagi investor. Sementara pada penerbit efek ini mempunyai risiko lebih rendah daripada efek yang pertama karena penerbit tidak mempunyai kewajiban yang harus dilakukan secara berkala atau pada saat jatuh tempo. Pada efek ini ada tempat melakukan transaksi dan diawasi lembaga pengawas.

Kelompok ketiga dari efek merupakan turunan dari efek tersebut yang dikenal dengan derivative. Pada penjelasan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal disebutkan secara jelas bahwaderivative adalah warrant dan opsi. Jadi, berdasarkan konsep di atas, efek derivatif adalah kontrak berjangka efek, warrant, dan opsi. Efek ketiga ini tidak mempunyai hubungan dengan penerbit dari efek seperti dari efek kelompok pertama dan kedua.

Pihak yang melakukan transaksi atas efek ini mempunyai kewajiban dan hak untuk melakukan eksekusi. Bisa juga hak tersebut tidak dieksekusi. Karena efek ini mempunyai karakteristik tersendiri, efek ini tidak ditransaksikan pada tempat pada efek pertama dan kedua seperti bursa. Efek ini ditransaksikan pada bursa tersendiri. Jika efek ini ditransaksikan pada bursa yang sama pada efek kedua, akan terjadi kekacauan di pasar pada efek kedua ditransaksikan.

Sementara ada instrumen future indeks yang sedang banyak diperdagangkan, terutama indeks bursa luar negeri. Future indeks ini bukan merupakan efek seperti yang diuraikan konsep efek sebelumnya. Oleh karena itu, future indeks efek bukan merupakan wewenang Otoritas Jasa Keuangan sehingga tidak ada haknya Otoritas Jasa Keuangan menolak suatu lembaga untuk memperdagangkan future indeks. Akibatnya, kehati-hatian semua pihak perlu dijalankan dalam berinvestasi dan perlu mengenal efek itu sendiri.


Sumber: Kompas